Ku Biarkan Kau Membalikkan Hatinya (Karya : Ana M.K)




SINOPSIS

Hati adalah hal yang terlalu sensitive untuk di ucapkan, karena dia berkehendak semaunya tanpa mendengar perintah siapapun keciali Sang Penciptanya. Maka hanya Ia yang mampu membalikkan hati seseorang, hanya IA yang dapat melunakkannya meski sesulit dan segencar bagaimanapun Saleh berusaha mecairkan bekunya hati seseorang yang ia kasihi. Akankah Saleh mampu ?
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Gemericik air mengalir dari langit, merembes syahdu kepada tumpukan tanah yang tengah anggun menengadah. Ia tak pernah protes bagaimana Ilahi mengatur takdirnya, membiarkan setetes demi setetes air hujan menimpanya karena itulah porsi seiap masing-masing ciptaan-Nya. Gelombang suara anginmemberi rentetan nada merdu sang alam, berteman dahan-dahan yang saling bersahutan bertasbih pada-Nya. Siapa yang tau mereka tengah beribadah karena sejatinya telinga manusia diberi keterbatasan untuk hal se-sepele itu. Dawaian alam mendamaikan jiwa setiap insan yang menikmati barokah-Nya, meski ia taat ataupun khianat atau bahkan laknat seklipun.
Hujan yang semula deras mulai menipis bersama laju waktu yang terus melesat, menunjukkan pukul 15.00 Mushala Ar-Rahman masih saja sepi padahal muadzin sebentar lagi akan mengumandangkan panggilan-Nya. Aku yang sedari tadi menunggu di dalam mushala sembari merapikan Al-Qur’an di buat cemas melihat paman Alif menengok berkali-kali ke arah pintu masuk mushala berharap ada yang memasuki tempat suci ini.
“ Paman sepertinya khawatir sekali “ Tanyaku
“ Iya Shaleh, semakin hari mushala ini semakin sepi entah kenapa para warga lebih memilih shalat di rumah. Padahal setiap ba’da shalat selalu di beri wejangan oleh Ustadz Usman bahwa shalat jama’ah itu pahalanya lebih banyak” ujarnya dengan nada resah
“ mungkin karena hujan Alif “ suara Ustadz Usman dari balik pintu “ jadi warga memilih shalat dirumah “ lanjutnya
“ Tapi dari kemarin juga mushala sepi ustadz, padahal banyak anak muda di desa ini yang mampu meramaikan mushala kita setiap waktu shalat tiba, Tapi mereka memilih mengurung diri di kamar. Beruntung yang masih mau shalat walau dirumah saya yakin tidak semua anak muda itu shalat “ kata pama kesal
“ Sudah lif, nggak baik marah “ ustad menenangkan paman, kemudian memintaku Adzan lalu melaksanakan shalat berjama’ah.
Seusai shalat aku dan paman pulang ke rumah, di pertengahan jalan kami bertemu segerombolan pemuda-pemudi yang tengah berbincang ria. Entah apa yang mereka bicarakan tapi sepertinya hal yang menyenangkan karena lekukan senyum terukir di sudut wajah mereka.
“ Shaleh…” seseorang memanggilku.
Membuatku berbalik badan melihatnya, wajahnya takasing seperti pernah ku kenal dan mungkin kami pernah dekat. Ingatanku menerka-nerka siapa sosok lelaki yang saat ini berjalan menuju hadapanku. Ia merangkulku.
“ sudah pulang dari pondok rupanya, gimana kabarmu ? “ Tanyanya
“ Alhamdulilah baik ” jawabku
“ Ini salim lif teman SD-mu pasti kamu lupa, mentang-mentang aku makin keren ya sekarang ” ujarnya. Aku kegirangan
Aku sekarang mengingat siapa lelaki di hadapanku dia Salim, sahabat karibku ketika duduk di bangku sekolah dasar tak kusangka sekarang ia segagah dan semodis ini. Dengan jambul rambut kekinian dan celana jeans yang entah tak sengaja sobek atau disengaja. Kami bertegur tidak lama karena paman memintaku pulang.
Dirumah.. Bibi sudah meyiapkan singkong goreng dan teh hangat untuk kami berdua agar dapat bersantai di halaman belakang rumah sambil memantau ternak bebek paman yang tengah di lepas.
“ Paman sarankan jangan terlalu dekat apalagi bermain sama Salim “ ucap Paman, Aku terkaget
“ Memangnya kenapa Paman ? “ Tanyaku penasaran.
“ Pemuda disini sudah tidak beres akhlaknya, apalagi komplotan Salim yang selalu buat onar di kampung ini. Judi, mabuk-mabukan main perempuan paman tidak mau kamu seperti mereka. Kamu beruntung ayah dan ibu kamu memasukkanmu di pesantren sebelum keduanya meninggal setidaknya kamu tau agama dan tidak tersesat seperti para pemuda di desa ini “ jawab Paman. Aku mengangguk
Selepas nasihat paman yang kudengar, aku memutuskan ke kamar bermuhasabah apakah diriku sudah baik dan imanku cukup untuk mengubah pemuda disini setidaknya salim sahabatku saja. Aku masih tak percaya dengan apa yang paman katakan Salim yang ku ingat, dahulu ia adalah bocah yang polos, jenius dengan segudang akal cerdiknya, ramah dan pemberani bisa berubah begitu drastis.
“ Astagfirullah. Ya muqollibal qulum, hanya Engkau yang mampu mengubah hati setiap hambamu ya Robb “ ujarku
Aku mulai membuka buku Tibbun Nabawi karangan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah yang ku dapat dari Gus Ahmad sebagai kenang-kenangan kelulusanku dari pondok pesantren. Aku disambut dengan definisi penyakit hati pada halaman pertama juga bagaimana mengobatinya dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena setiap kemungkaran hanya bisa di cegah dengan kema’rufan. Tak ada sebuah kema’rufan jika seorang mukmin enggan bergerak.
Hari-hari selanjutnya aku bertekad mengubah apa yang buruk disekitarku, meskipun aku sadar hanya Allah yang mampu membuka hati setiap manusia setidaknya aku mencoba untuk berusaha aku yakin Allah meridhoi hambanya yang hendak menebar niat baik. Aku mulai sering bersilaturahim ke rumah Salim, berkenalan dengan kawan-kawannya ikut berbincang besama meskipun ada beberapa perdebatan kecil karena ketidak setujuanku terhadap sudut pembicaraan. Aku mulai izin shalat ketika adzan berkumandang meskipun untuk pertama kali mereka memandangku sinis tapi semakin hari beberapa orang diantara mereka mulai bersimpati kepadaku. Bertanya perihal hukum haram dan halal akan sesuatu, tata cara bertaubat bahkan syurga dan neraka. Bahkan tak jarang mereka mengunjungiku dirumah haya untuk bertukar pikiran dan belajar shalat. Paman terkadang khawatir dengan kedatangan mereka tetapi aku berusaha meyakinkan beliau bahwa apa yang kulakukan adalah dakwah bil hal yang insyaallah di Ridhoi Allah.
Beberapa kawan Salim seperti Nando, Reza, Fakih dan Zohri mulai gemar ke mushala, meski awalnya hanya magrib dan isya sekarang terlihat perkembangan baiknya. Mereka semakin rajin ke mushala membantuku dan paman memelihara mushala dan tak jarang membuat holaqoh bersama Ustadz Usman. Tak lupa dengan tujuan awalku, aku selalu mampir di halaman rumah Salim untuk mengajaknya shalat dimushalahnamun Salim hanya memandangku kesal, entah apa yang membuatnya seperti itu. Ia mulai menjauhiku dan beberapa kawannya yang gemar meramaikan mushala. Bahkan ia melemparkan lumpur ke baju kotor kami ketika pulang dari mushala, membuat Nando, Reza, Fakih dan Zohri geram dan mulai kehilangan akal hingga menghaajr Salim yang saat itu sendirian di atas motor. Aku memanggil paman dan Ustadz usman yang masih berada di dalam mushala, kami berusaha melerai namun Salim sudah lebam dan berdarah-darah. Paman dan Ustadz Usman membawa Salim pulang kerumahnya sedangkan aku berusaha menenangkan ke-empat kawanku.
“ menghajarnya tak akan menyelesaikan masalah “ ucapku
“ Tapi kalau di diamkan dia akan semkin menjadi. Aku tau dia tak suka kami mengikutimu, aktif di mushala, mencoba berubah dan tidak mengikuti kemauannya lagi tapi itukan hak kami “ ucap Zohri kesal
“ iya.. dia berlagak seperti raja mentang-mentang mendiang ayahnya dahulu preman kampung “ Reza menambahkan
“ jangan berkat begitu, bagaimanapun kita seharusnya mengajaknya kepada kebaikan bukan malah membalasnya “ tuturku
“ percuma Saleh, telinganya sudah kebal sama ceramah “ timpal fakih
“ mengajak nggak harus berceramah kih, bisa mencontohkan “ sahutku
“ apapun itu dia nggak akan berubah “ kata Nando
“ Hanya Allah yang punya kuasa mengubah seseorang, hanya Dia yang berhak mengatur hati setiap insan karena Dialah yang menciptakan kita. Alangkah baiknya kita membalas setiap keburukan dengan kebaikan, karena kebaikan ibarat air dan keburukan adalah dahaga tatkala ai itu terteguk maka dahaga akan hilang meski harus berkali-kali meminumnya. kalian ingat kisah Hindun yang memakan hati paman Rasulullah yang bernama Hamzah pada perang uhud ? Ia akhirnya beriman kepada Allah dan Rasulnya. Maka jangan sekali-kali kita menilai seseorang karena masa lalu karena hanya Allah yang mampu memberikah hidayah-Nya kepada orang yang dikehendaki-Nya “ kataku panjang lebar berusaha menenangkan semampuku. Kulihat mereka menunduk lesu. Aku yakin mereka menyesal akan perbuatan yang baru saja dilakukan
Setelah kejadian itu aku pergi menjenguk Salim, aku menawarkan jasa untuk membantu menyembuhkan lukanya yang benar-benar membuat wajahnya begitu menyedihkan.
“ Tau apa kau tentang pengobatan, sudah urusi saja mushala tuamu itu. Pamanku seorang dukun dia bis menyembuhkanku secepat dia mau “ tolaknya
“ Aku memang tak bisa menyembuhkanmu karena sejatinya hanya Allah yang memberi penyakit dan menurunkan obatnya “ ujarku. Salim tersenyum sinis.
“ Obati saja lukanya Saleh, jangan perdulikan kata-katanya musyrik kau percaya pamanmu itu nak, sikapmu dan mendiang ayahmu sama saja “ ketus Ibu Salim berkata dari balik tirai pinti kamar Salim
Aku pun mencoba membersihkan luka Salim dengan air mengalir kemudian menaburkan abu yang mana di dalamnya mengandung merang. Hal ini kudapat dari room Kiyai Muhsin tatkala kakiku terkena sabit akibat mencari rumput untuk makanan ternak kiyai Fatimah r.a melakukan hal yang sama ketika Rasulullah mendapatkan luka pada perang uhud. Aku melakukannya berhari-hari berharap sahabatku lekas sembuh, ketia Salim mulai demampun aku mengompresnya sebagaimana sabda Rasulullh SAW
“sesungguhnya demam itu berasal dari uap api Jahannam. Maka dinginkanlah dengan air”
Semakin hari salim semakin membaik, kawan-kawan pun berdatangan untuk menengoknya tak terkecuali Nando, Fakih, Reza dan Zohri. Mereka juga tak sungkan untuk meminta maaf. Bahagia rasanya menyaksikan saudaraku berdamai.
“ Terima kasih ya sahabat “ ucap Salim sembari tersenyum. Aku mengangguk.
Ya muqallibal qulub tsabits qolbii ‘ala dzinik biarkan Allah yang membalikkan hati seorang Insan karena Dia yang menciptakan maka Dialah yang berhak mengaturnya.

Biodata
Ana Magfirotul khasanah nama yang diberikan kedua orang tua untuk gadis bertubuh mungil ini, lahir di Sorong 01 September 1997 tepatnya provinsi Papua Barat membuatku menjadi gadis Papua tulen mandiri, pekerja keras dan pantang menyerah. Berkat anugerah-Nya aku bisa menghirup udara kampus megah yang sebelumnya tak pernah ku bayangkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan saat ini beranjang semester V. Mulai menua adalah penyakit yang tak dapat diobati dan kodrat yang tak dapat kuhindari maka bertukar pikiranlah denganku melaui ig magfirotul_k dan magfirotulkhasanah01@gmail.com

Komentar

Postingan Populer