Jangan Lupa Berkawan! (Karya : Khansa Khaerunnisa)

Sinopsis Cerita
Aku adalah seorang gadis yang hidup selayaknya seekor kelelawar. Ketika malam hari terjaga, dan siang hari justru tertidur. Begitulah kata Ibu yang setiap hari mengomeliku karna kebiasaan burukku yang dari dulu tak ayalnya berubah. Setiap malam memang kuhabiskan waktu dengan bersenda gurau dengan kawan dan juga menonton drama-drama korea favoritku. Walau Ibu selalu saja memaksaku agar berhenti, namun ada saja caraku untuk mengelak dan mengulanginya kembali.

Namun kebiasaan burukku itu berubah ketika aku mengikuti salah satu organisasi yang teramat ‘mustahil’ aku ikuti. Tapi apalah daya, hati ini yang tertambat pada organisasi itu, yang kemudian menjadikan diriku seperti ‘Sakinah Fitriani’ yang baru.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pagi ini sekali lagi, aku bangun kesiangan dengan Ibu yang sudah berkali-kali menyemprotku dengan air agar bangun dari mimpi indah. Aku terbangun dengan sisa waktu setengah jam menjelang pintu gerbang sekolah ditutup. Dengan segera aku menuju kamar mandi dan menyiapkan segala keperluan belajarku yang berserakan diatas meja belajarku. Tak lupa kupoles sedikit wajahku dengan bedak dan liptint untuk bibir. Setidaknya aku tidak terlalu terlihat kacau dihadapan kawan-kawanku nanti.
            “Ibu aku berangkat!” seruku sambil menyalimi tangan Ibu dan mengambil uang saku. Ibu hanya bisa menggeleng pasrah akan tabiat burukku itu.
            Begitulah pagiku hari ini. Tak ada yang spesial, karna aku telah melewatkan waktu sarapan bersama dengan keluarga. Sebab, kebiasaan burukku semalam terulang kembali sehingga aku bangun kesiangan. Kalau sudah seperti itu, terpaksa aku berangkat sekolah dengan menggunakan Ojek. Karna tak mungkin Kakak ataupun Ayah menunggu aku yang kalau bangun kalah saing dengan Ayam pagi ini. Apalagi jika aku harus naik angkutan umum, bisa-bisa sudah masuk jam kedua pelajaran sekolah. Kalau sudah seperti itu, yang menjadi korban adalah diriku yang kehilangan jatah uang jajan.
Sesampainya di depan pintu gerbang sekolah, Pak Samsudin sudah bersiap untuk menutup pintu gerbang sekolah. Kalau sudah ditutup, tak ada kata ampun. Bisa-bisa namaku langsung dilaporkan kepada guru bagian kesiswaan. Tapi syukurlah, aku telah sampai di detik-detik pintu gerbang ditutup oleh Pak Samsudin.
Aku melayangkan senyum manis kepada Pak Samsudin berusaha untuk ramah, lalu melanjutkan langkah super cepatku menuju kelas. Sesampainya di kelas aku langsung terduduk sambil mengatur nafas dengan baik, kawanku hanya bisa menggeleng karna sudah tak mengherankan lagi mengapa aku seperti itu, mereka mengetahi diriku sebaik-baiknya teman.
“Kin benerin noh krudunganmu, berantakan gitu!” tegur teman sebangku aku yang bernama Santi, aku hanya membalas dengan cengiran dan menuruti apa yang diperintahkannya.
Terlalu lama aku menceritakan betapa kacaunya pagiku hari ini, sampai akupun lupa untuk memperkenalkan diri. Namaku Sakinah Fitriani, kawan-kawanku biasa memanggilku dengan sebutan ‘Sakin’, namun terkhusus untuk keluargaku adalah ‘Ade’. Mengapa? Tentu karna aku anak bungsu, dan tabiatku yang tak jauh berbeda dengan anak kecil nan manja.
Kehidupan persekolahanku tak bermasalah memang, hanya mungkin terkadang tugas dari guru yang membuatku ingin berteriak kencang dan merasa seakan kepalaku di pukuli oleh palu berkekuatan dasyat. Maaf berlebihan, namun aku memanglah termasuk gadis yang memiliki pola fikir yang rumit. Terkena masalah sedikit langsung kuanggap serius. Bisa dibilang aku termasuk orang yang mudah depresi. Sebab itulah kedua orangtuaku jarang memperlakukanku dengan keras selayaknya Kakak laki-lakiku. Meski terkadang merekamemarahiku apabila kelakuankuyang sudah kelewat batas.
Tak banyak kawanku yang tahu perihal ini, sebab aku termasuk orang yang nampak sangat biasa saja jika di lingkungan teman dan cukup tertutup pula. Namun ketika aku merasa sendirian, saat itulah terkadang fikiranku sering berbicara tentang hal-hal yang berlebihan. Dengan masalah yang kecil, akan terasa besar apabila itu terjadi padaku. Kalau sudah seperti itu, yang dapat aku lakukan hanya mengurung diri di kamar dengan mendengarkan lagu bervolume paling besar supaya tak ada yang mendengar suara tangisku, termasuk diriku sendiri.
Jika kuceritahan perihal ini, mungkin kau akan menganggap diriku selayaknya orang yang payah. Namun percayalah, aku memang hanya seorang gadis yang lemah, perasa, dan mudah depresi. Kucoba untuk menutupinya dengan senyuman palsu di hadapan seluruh kawanku. Aku cukup tertutup dengan kehidupan pribadi, dan kawan-kawankupun jarang ada yang bertanya mengenai kehidupanku. Karna mungkin mereka beranggapan kehidupanku ini tak memiliki masalah. Padahal setiap orang pasti memiliki masalah rumit yang berbeda-beda.
Ayah, Ibu, dan juga Kakakku terkadang memang bisa menjadi kawan curhatku untuk sementara waktu. Namun mereka tak banyak membatuku. Karna kesibukan masing-masing yang mengakibatkan diriku yang terabaikan, dan merasakan keterabaian itu. Terkadang ketika aku merasa sendiri, akupun merasakan bahwa keluargaku ini tak memiliki fungsi apapun. Karna aku selalu berfikiran bahwa mereka sama sekali tak peduli denganku.
            Tapi itulah aku tiga tahun yang lalu. Kini,  kehidupanku mulai membaik seiring dengan lingkungan pertemananku yang membawaku ke arah yang positif. Awalnya aku cukup ragu untuk mendaftarkan diri sebagai anggota ‘Rohis’, karna sudah cukup terbayang dengan jelas dalam otak bahwa isi kegiatan di dalamnya hanyalah tentang keagamaan. Namun, entah mengapa hatiku seperti tertambat pada organisasi ini. Setelah meminta saran dari Ibu, akupun menyetujuinya untuk mengikuti kegiatan Rohis tersebut.
            Tak ada yang aneh dalam kegiatan ini, hanya berjalan sebagaimana yang aku fikirkan. Perkumpulan dengan anak-anak alim, mengaji dan mengkaji bersama, juga saling berbagi pengalaman. Namun perlahan aku semakin jatuh cinta dengan organisasi ini. Sebab aku sedikit merasa beban hidup dan keluh kesahku menghilang. Akupun merasa bahwa kawan organisasiku lebih mengenalku, dan merekapun entah darimana bisa mengetahui jika aku sedang memiliki masalah. Mereka selalu menjadi pengingat bagiku jika aku melakukan hal-hal yang cukup aneh. Dan hal itulah yang membuatku menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya.
            Kegiatan Rohis inipun terkadang mengadakan jalan-jalan bersama. Entah itu ke tempat yang memiliki banyak pemandangan indah, ataupun seminar-seminar yang menabjukkan. Terkadang akupun diajak untuk menghampiri beberapa pameran buku bersama kawan Rohisku. Sungguh aku tak pernah merasakan kehidupan setenang dan sebahagia ini. Meskipun terkadang ada saja yang membuatku kumat kembali, namun aku selalu saja ingat dengan perkataan-perkataan kawanku. Bahwa sebesar apapun masalah yang kita miliki, kita punya Allah yang maha besar. Jika merasa sendiripun, aku masih punya Allah yang selalu setia mendengar curhatanku di sepertiga malam. Dan meskipun Allah tak dapat menjawab ataupun memeberi tanggapan atas ceritaku secara langsung, setidaknya hatiku merasa tenang dan damai.
            Keluargaku yang mengetahui perubahanku yang baik ini cukup mengerti bahwa yang aku butuhkan kini hanyalah sebuah dukungan. Ibu tidak pernah lagi memarahiku ketika aku tidur malam, karna beliau mengerti bahwa terkadang aku memang membutuhkan hiburan untuk menjadi sebuah pelarian atas rasa lelah dan penatku. Ayahpun jarang memarahiku ketika aku pulang telat, karna beliau mengerti jika aku pulang telat karna mengikuti kegiatan yang positif. Dan Kakakku juga lebih terbuka dan selalu menanyakan bagaimana sekolah dan kawan-kawanku. Hal kecil inilah yang aku butuhkan sejak dulu, perhatian mereka.
            Dahulu teramat sulit untuk merasa ‘penting’ dalam lingkungan keluargaku. Karna aku selalu merasa yang paling disalahkan dan terabaikan disana. Namun sekarang mungkin mereka sudah faham bahwa yang aku butuhkan hanyalah perhatian dan dukungan. Sungguh organisasi Rohis telah memberikanku sebuah pembelajaran bahwa betapa pentingnya sosok kawan itu. Aku jauh lebih terbuka untuk menceritakan masalah dan perasaanku. Dan kawan-kawankupun selalu mengingatkanku untuk terus membaca Al-Qur’an agar hati terus terasa tenang dan juga damai. Dijauhkan dari sifat iri dengki yang terkadang suka muncul ketika melihat kebahagiaan orang lain.
            Wahai kawan, hidup itu memanglah sebuah pilihan. Kearah mana engkau akan pergi, itu tergantung dirimu. Ibarat sebuah kapal, engkaulah nahkodanya. Dan lingkunganmu adalah petanya. Mereka hanya membantu dirimu untuk menuju ke arah mana yang kau inginkan. Tapi ingat! Jadilah seorang nahkoda yang baik, yang membawa awakmu ke tempat tujuan yang baik. Karna sungguh nikmat sekali melakukan perjalanan dengan hati yang tenang.
“Woy Kin! Bengong mulu dah, Bu Ridha udah masuk kelas noh.” Santi membangunkanku dari lamunan panjang. Aku hanya tersenyum nelangsa sambil menggaruk tengkuk leherku yang tak gatal. Jadi sedari tadi aku melamun kah?
------------------------------------------------------------------------------------------------

            Biodata Penulis
            Namaku Khansa Khaerunnisa, mahasiswa semester 1 yang memilih jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di Fakultas Ushuluddin. Aku tak pandai menulis, hanya memiliki minat saja. Aku biasa menulis untuk mengisi Blog dan juga akun Wattoadku, namun akhir-akhir ini sudah mulai jarang mengisinya karna sedang fokus di semester awal, akupun memiliki akun istagram dengan alamat @khansamendes
            Semoga karya sederhanaku ini memberikan sedikit pembelajaran bagi diriku dan kawan-kawan yang membacanya. Aamiin.

Komentar

Postingan Populer