Bidadari di Ujung Senja
Arini
masih setia mengenggam tangan seseorang yang kini terbaring lemah dihadapannya itu. Sembari melantunkan
ayat-ayat-qur’an ditelinganya. Kini, hatinya benar-benar remuk seperti dihantam
batu. Sudah beberapa hari ini ia lebih banyak mengabiskan waktu diruang ICU.
Sedikit makan, minum dan tidur membuatnya pucat pasih seperti mayat berjalan.
Dia
wanita periang yang setiap waktu membuat siapa saja tersenyum dengan
tingkahnya. Kali ini, sungguh benar-benar berbeda.Seseorang yang berbaring
dihadapannya itu membuat perubahan besar dalam diri Arini. Arini periang
menjadi pendiam, seperti tak ada gairah hidup.
Tiba-tiba
saja mesin pendeteksi jantung berbunyi. Mesin itu membuyarkan lamunannya sesaat
dan kini, sang pasien gawat darurat. Arini panik tak karuan! segera ia
memanggil dokter dan Sang dokter mencoba
untuk mendeteksi detak jantungnya dengan bebagai alat pemompa untuk
mengembalikan kesadaran pasien. Teeetttttttt! sayangnya, monitor pendeteksi
jantung menunjukkan garis lurus. Dokter dan suster didalam ruangan itu tak
dapat berkutip. Wajahnya lesuh dan mengekspresikan rasa tak berdaya. Sang
suster menutup pasien dengan kain sebagai penanda bahwa pasien telah dijemput
oleh Tuhan.
“Maafkan
kami Mbak Arini. Kami hanya perantara Tuhan dalam membantu sesama. Hanya saja,
pada hari ini kemampuan kami untuk membantu sahabat mbak Arini.hanya seperti
ini. kami tak bisa menlongnya. Dan kini, ia telah dijemput dengan tenang”
Kalimat
dokter itu, membuat tubuh Arini keringat dingin. Tubuhnya lemas tak berdaya
seperti tertimpa batu. Gadis berusia 24 tahun itu tak bisa berkata apa-apa. Air
matanya pecah seketika dan menangis histeris karena kehilangan sahabatnya.
“Laura,
kenapa kau meninggalkanku secepat ini?” Suara tangis memecahkan hening di sudut
ruang ICU.
24
Oktober 2016
“Mbak
Arini, Aku Hamil!” Tubuhnya bergetar! apa yang dikatakannya itu adalah sesuatu
yang menjijikkan dan perkataan Laura mengagetkan Arini.
“Apa?
Maksud kamu apa Laura berbicara seperti itu?” Dibenaknya dipenuhi dengan
segudang tanya.
“Laura
jawab pertanyaan aku! ayo jawab?”
“Kehormatanku
direnggut mbak. Aku tak berdaya!”
“Sekarang,
jelaskan kepadaku apa sebenarnya yang terjadi?”
“Waktu
itu sepulang dari kampus aku berjalan digang-gang kecil kompleks kampus. Mbak
taukan, setelah aku berhijrah dan mengenakan jilbab aku memutuskan untuk tidak
lagi berhubungan dengan Roni, mantan pacarku itu.Dan ternyata sepulang dari
kampus, Roni itu mengikutiku dari belakang mbak. Dan ketika suasananya sepi dan
tak ada orang, sesuatu terjadi ketika itu. Ia merenggut kehormatanku mbak. Dia menghancurkan hidupku sebagai seseorang
berusaha mencari jati diri” Tangis Laura pecah seketika. Tubuhnya melemah.
Arini
dengan sigap memopang tubuhnya. Dan ia memeluk Laura.
“Tenang
Laura. Tenang!”
“Aku
tak pantas disebut sebagai sahabatmu lagi. Aku hina! aku kotor mbak!”
“Kamu
jangan berbicara seperti itu Laura” pinta Arini
Hari terus berlalu, Arini mencoba
untuk terus merangkul sahabatnya itu. Laura, gadis yang ia kenal saat Arini
bertugas menjadi aktivis pendidikan di sebuah desa kecil di daerah Jawa Barat.
Begitulah Arini! ia selalu menjadi wanita produktif yang terus memotivasi
pemuda pemudi didaerah manapun. Ia berkiprah menjadi relawan tanpa upah! tapi
dengan semangatnya itu ia berhasil mengajak siapapun untuk melakukan perubahan.
Dulu Laura sangat membenci Arini. kedatangan Arini didesanya membuatnya malas
untuk keluar rumah dan bertemu dengannya. Bukan karena Arini adala aktivis pendidikan.
Akan tetapi, Arini suka memberikan nasehat yang membuat Laura kadang kesal
dengan ceramah-ceramah seperti itu. Padahal, itu adalah motivasi. Tapi itiulah
Laura. Kekurangannya terletak sebagai anak desa yang sentiment. Laura juga
dikenal sebagai anak desa yang nakal. Istilahnya adalah preman kampung. Bahkan, pernah suatu ketika Laura mengerjai
habis-habisan mbak Arini hingga seragam mengajarnya kotor dan tidak jadi
mengajar.
Sampai suatu titik, dimana perubahan
dahsyat terjadi dalam hidup Laura ketika ia kecelakaan dan membutuhkan banyak
darah.Ternyata, yang mendonorkan darahnya kepadanya adalah mbak Arini. Ia
memeluk Arini dengan erat. Ia menangis karena mengingat kesalahannya kepada
mbak Arini. Dan Arini, mengajak Laura untuk tinggal bersamanya di luar kota. Ia
membiayai semua biaya kuliah Laura. Dia mengajak Laura untuk menjadi muslimah
sejati dengan hijab. Dan sampai tragedi pemerkosaan itu terjadi yang membuat
hidup Laura terpuruk dan tersiksa. Tapi, ada Arini yang selalu setia menjadi
pendamping disisinya. Ia selalu berusaha menjadi kakak, ibu, dan sahabat untuk
Laura. Sampai genaplah usia kehamilan Laura memasuki usia 9 bulan, air
ketubangnya pecah saat ia berusaha melaksanakan shalat isyah.
Arini dengan sigap menghubungi
ambulance dan membawan Laura kerumah
sakit. Berselang beberapa jam, suara tangisan bayi itu pecah saketika. Arini
sujud syukur atas kelahiran bayi mungil itu kedunia. Bayi laki-laki yang gagah.
Sayangnya, Laura masih dalam kondisi yang tidak sadarkan diri. Tubuhnya masih
lemah dan kritis. Sudah tiga hari Laura belum juga sadarkan diri. Arini
sesering mungkin melihat kondisi bayi mungil Laura. Ia selalu berharap agar
segera membangun rumah tangga dan memiliki bayi mungil yang shalih atau
shalihah.Tapi sepertinya, Allah belum mendatangkan jodoh untuknya.
“Mbak Arini” Panggilan itu
membuyarkan lamunannya.
“Iyah
Ada apa suster?
“Mbak
Laura sudah sadar mbak”
“MasyaAllah,
serius Sus?”
“Alhamdulillah.
Ya sudah mari kita kesana Sus”
“Mbak
Arini” Suaranya masih terbata-bata dan tubuhnya masih sangat lemah.
“Laura,
kamu sudah sadar. Syukur Alhamdulillah”
“Iyah
mbak alhamdulilllah”
“Sudah
tiga hari kamu belum makan. Kamu mau makan apa? entar mbak beli semua makanan
kesukaannmu”
“Aku
belum lapar mbak. Nanti saja. Tapi, aku mau ngomong sesuatu mbak”
“Ngomong
apa toh?. Ngomong aja”
“Jam
2 malam nanti, bangunin aku shalat
tahajjud yah. Aku mau shalat berjamaah sama mbak”
“Boleh.
Pasti aku bangunin. Ya sudah, istirahat dulu”
Arini menepati janjinya untuk shalat
tahajjud berjamaah dengnan Laura. Setelah shalat tahajjud ia memegang tangan
Arini.
“Mbak. Bacain aku surah Ar-rahman
mbak. Tapi ingat, setelah membacakan surah Ar—rahman, mbak ambil surat dibawah
bantalku yah”
Arini tak habis pikir dengan
keinginan Laura. Ia berusaha memenuhi semua keinginan Laura tanpa berkata tapi.
Setelah ia melantunkan ayat-ayat Allah, Laura tertidur dengan tenang.
Selnajutnya, ia mengambil surat disisi kanan bawah bantal Laura dan ia
membacanya.
“Assalamualaikum
untuk seseorang yang sudah kuanggap sebagai Kakak, ibu, sahabat, kerabatku
sendiri. Aku tak mampu mengungkapkan
tentangmu. Sebab tentangmu tak akan cukup walau hanya satu buku saja. Bagiku
kau adalah bidadari yang dikirim Allah sebagai cahaya untuk oranglain. Mbak
Rini, tolong maafkan kesalahanku padamu. Jika lisanku tak mampu ungkapkan itu,
maka biarkan tulisanku yang mewakili ungkapku. Kau sudah berbuat banyak padaku.
Maka izinkan aku untuk membalas kebaikanmu padaku..
Mbak,
sungguh aku tak kuat lagi. Masa-masa kehamilan dan hingga aku melahirkan aku
benar-benar tak kuat. Tubuhku lemah. Sepertinya, masaku telah habis mbak, tuhan
ingin aku kembali padanya. Maka dari itu, izinkan aku membalas budi baikmu. Aku
tahu mbak, kamu sangat ingin memiliki anak angkat. Maka dari itu, izinkan aku
memberikan anakku padamu. Berilah ia nama sesuai dengan inginmu. Aku akan
selalu menyayangimu mbak. Dan akan aku kenang engkau sekalipun tak didunia ini
lagi.
Selamat
tinggal Bidadari di Ujung Senja
Waassalam…
Komentar
Posting Komentar