Perbaiki Niat

“Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”
(HR Bukhori dan Muslim) – Hadits Arbain No.1
Fenomena manusia yang menjadi rajin beribadah hanya pada saat memiliki hajat / keinginan sering kita lihat di kehidupan sehari-hari, diantara kalian pasti pernah mengalami hal yang sama, misalnya saat kita ingin mendapatkan nilai yang bagus atau diperlancar untuk mendapatkan suatu hal yang berkaitan dengan duniawi, kita pasti akan lebih berusaha membujuk sang maha kuasa-Allah SWT agar keinginan (yang bersifat duniawi) kita dikabulkan oleh-Nya.
Berbicara tentang niat yang ikhlas berarti membahas suatu amalan hati yang paling berat untuk dilakukan seorang manusia, karena besarnya dominasi ambisi nafsu manusia sangat bertentangan dengan keikhlasan dalam niat, kecuali bagi orang-orang beriman yang diberi kemudahan oleh Allah Ta’ala dalam semua kebaikan.
Imam Sahl bin Abdullah at-Tustari berkata: “Tidak ada sesuatupun yang paling berat bagi nafsu manusia melebihi keikhlasan karena pada keikhlasan tidak ada bagian untuk nafsu”
Semakna dengan ucapan di atas, Imam Sufyan bin Sa’id ats-Tsauri berkata: “Tidaklah aku berusaha memperbaiki sesuatu (dalam diriku) yang lebih sulit bagiku daripada (memperbaiki) niatku (supaya ikhlas)”
Pada dasarnya, Allah telah memerintahkan manusia untuk selalu meminta kepada-Nya, biasanya, dalam meminta kepada Allah manusia akan rajin melakukan sholat tahajjud atau pun sholat malam lainnya agar keinginan kita cepat terkabul, dan ketika keinginan tersebut tidak terkabulkan, maka manusia tersebut akan berhenti melakukan ibadah tersebut, hal ini adalah kesalahan besar, ibarat jika kita memiliki teman dan teman itu hanya mendekati kita pada saat ia membutuhkan kita, pasti sangat kesal rasanya menghadapi teman tersebut tapi kita tidak dapat mensejajarkan Allah SWT dengan hati manusia yang memiliki rasa kesal, ataupun dendam pada perilaku teman tersebut, malah sebaliknya Allah SWT akan sangat senang dan menunggu kita untuk melimpahkan dan menggantungkan diri kepadanya (tawakal) tentunya setelah berusaha untuk mencapai apa yang kita inginkan, namun alangkah lebih baiknya ibadah yang kita lakukan kita gunakan untuk meminta keridhaan-Nya dalam mencapai keinginan tersebut, tujuan kita berhajat dan melakukan ibadah tersebut untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta dan dalam meminta hajat tersebut kita tidak boleh terburu-buru dan berkeras diri bahwa hanya itulah jalan yang ingin kita tempuh.
Karena semua kebaikan ada di tangan Allah Ta’ala, tidak ada seorangpun yang mampu melakukan kebaikan kecuali dengan pertolongan-Nya dan tidak ada yang bisa menyelamatkannya dari keburukan kecuali Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman:

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلا رَادَّ لِفَضْلِهِ. يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Jika Allah menimpakan suatu keburukan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Yuunus: 107).

Meluruskan niat hanya untuk Allah SWT saja memang tidak mudah, karena untuk benar-benar meluruskan niat tersebut kita dituntut untuk melawan musuh yang paling berat untuk kita lawan yaitu hawa nafsu (terhadap hajat) kita sendiri, setidaknya yang dapat kita lakukan adalah ber-istiqomah menjalankan ibadah dan ciptakan suatu hajat agar bisa menjadi alasan kita untuk tetap ingin menemui-Nya dan hawa nafsu kita pun terpenuhi secara terkontrol sehingga apabila hajat tersebut tidak dikabulkan maka ibadah yang kita lakukan tidak akan berhenti karena hajat tersebut timbul agar kita tetap bisa menemui-Nya, pertemuan dan pendekatan dengan sang pencipta adalah tujuan utama kita melakukan ibadah tersebut sedangkan hajat yang kita panjatkan merupakan tujuan yang sekunder, sehingga kita bukan menemui-Nya saat mempunyai hajat saja, kita juga tidak akan meninggalkan ibadah yang kita lakukan apabila hajat tersebut tidak terkabulkan.

Komentar

Postingan Populer